"
Deklarasi Perkawinan Suku Sasak"
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejak manusia lahir di dunia, dalam langkah dan tindakannya
sehari-hari secara naluriah, menimbulkan kebiasaan yang kemudian dalam
perkembangannya menjadi adat kebiasaan, teradat dan menjadi adat .dengan kata
lain, timbulnya suatu adat adalah dari kebiasaan sehari-hari lalu menjadi
tradisi yang didukung oleh falsafah yang menguntungkan dan membawa kepuasan.
Seiring dengan perkembangan zaman, adat nyongkolan ini, sudah
mulai tergeser oleh nilai-nilai tidak moral yang dilakukan oleh para pemuda dan
pemudi, misalnya ketika melaksanakan budaya adat nyongkolan atau tradisi
nyongkolan, yang merupakan adat atau kebiasaan masyarakat suku sasak.
Adat nyongkolan merupakan tradisi khas suku sasak Lombok. Dimana
pihak keluarga laki-laki berkunjung ke keluarga pihak perempuan, yang biasanya
diiringi dengan berbagai macam kesenian seperti kecimol, cilokak, gendang beleq
( gendang besar ) dan lain sebagainya.
Ketika ada acara budaya adat nyongkolan berlangsung seluruh
lapisan yang andil baik itu dari kalangan anak-anak, orang tua, remaja, pemuda
dan masyarakat ikut berpartisipasi mengiringi kedua pengantin tersebut, guna
mengantarkan kedua pengantin ke Rumah kedua mertuanya, semuanya memakai pakaian
adat Lombok, yakni untuk laki- laki memakai piama atau kemeja warna hitam, ikat
kepala (sapuq) sedangkan bawahnya memakai sarung adat dan menyelipkan keris
baik di depan maupun dibelakang. Sedangkan untuk perempuan memakai pakaian baju
kebaya atau lambung yang dirias atau dipayas secantik mungkin.
Dalam pelaksanaanya nyongkolan tidak dilakukan secara harfiah,
melainkan secara bermasyarakat atau berombongan. Nyongkolan sendiri merupakan
upacara mengunjungi rumah orang tua pengantin wanita oleh kedua pengantin
dengan diiringi oleh keluarga, kerabat, dan kenalan dalam suasana penuh
kemeriahan dan kegembiraan. Tujuannya untuk menampakkan dirinya secara resmi
dihadapan orang tua dan keluarganya bahkan kepada seeluruh masyarakat sambil minta
maaf serta memberi hormat kepada orang tua pengantin wanita.
Adat nyongkolan dalam pandangan agama diperbolehkan, sebagaimana
hadits Nabi yang mengatakan, yang artinya “ Sebarluaskanlah pernikahan itu
dimasjid, dan tabuhkanlah atasnya gendang atau rebana”.
Makna yang terkandung dalam hadits di atas adalah untuk
memperkenalkan pengantin pria dan pengantin wanita tersebut kepada masyarakat,
terutama pada kalangan kerabat maupun masyarakat dimana pengantin wanita
tinggal, karena biasanya acara pernikahan dilaksanakan dipihak pengantin pria.
Kegiatan ini bertujuan supaya dikemudian hari tidak terjadi fitnah diantara
kedua pengantin pria dan pengantin wanita pada saat berpergian sampai larut
malam.
Dan pandangan hukum adat, hal ini guna mengembalikan dan melestarikan
adat nenek moyang sebelum generasi sekarang, dengan satu tujuannya adalah untuk
mensosialisasikan kedua pengantin kepada masyarakat secara langsung, bahwa
kedua orang tersebut sudah menikah (Merariq). Hingga saat ini adat nyongkolan
masih tetap ditemui di bumi Lombok, hanya saja dalam acara ini, pada masa
sebelum masa modern, adat nyokolan ini teratur dan di awasi langsung oleh tokoh
adat, msyarakat, dan pemuda demi lancarnya aktivitas jalan yang biasa macet.
B. RUMUSAN MASALAH
Adat nyongkolan pada masa modern ini bisa dikatakan sudah keluar
dari nilai-nilai moral agama serta adat yang sudah diberlakukan. Karena melihat
dari realitas dilapangan adat nyongkolan acap kali mengundang konflik, hal itu
bisa terjadi dikarenakan konsep nyongkolan sudah melenceng dari adat dan agama.
Pelaksanaan nyongkolan yang dahulu dengan yang sekarang sudah tidak sama lagi.
Hal ini diakibatkan dengan arus perkembangan zaman yang berkembang alat musik
yang digunakan adalah kecimol. Kalau sebelumnya menggunakan, Gendang Beleq,
Rudat, Ale- Ale dan lain-lain.
Dengan demikian sebagian dari pemuda dan pemudi goyang- goyangan
mengikuti alunan musik tersebut, karena lagu-lagu yang dimainkan adalah
lagu-lagu yang menggairahkan para pemuda dan pemudi goyang mengikuti musik yang
dimainkan, itu semua caranya sudah keluar dari aturan- aturan adat serta keluar
dari nilai- nilai moralitas agama, bahkan semua pihak yang terlibat dalam
kegiatan nyongkolan tersebut cenderung meninggalkan shalat wajib, tentu ini
semua sudah melanggar hukum agama. Dan juga ironisnya para pemuda juga
mengkonsumsi minuman keras (miras).
Berdasarkan uraian tersebut, maka yang menjadi fokus kajian dalam rumusan
masalah ini adalah :
a. Bagaimana tradisi nyongkolan di Kecamatan Kayangan ?
b. Bagaimana upaya yang dilakukan
tokoh agama dan masyarakat untuk meminimalisir terjadinya penyimpangan
nilai-nilai moral pada tradisi nyongkolan di Kecamatan Kayangan?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menelusuri faktor- faktor
terjadinya penyimpangan nilai- nilai moral pada adat nyongkolan, secara rinci,
penilitan ini bertujuan sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui strategi komunikasi tokoh agama dan tokoh
masyarakat terhadap tradisi nyongkolan di Kecamatan Kayangan.
b. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan tokoh agama dan tokoh
masyarakat, untuk meminimalisir terjadinya penyimpangan nilai-nilai moral pada
tradisi nyongkolan di Kecamatan Kayangan.
2.
Manfaat
Penelitian
Hasil penelitian ini kiranya diharapkan bisa mendatangkan manfaat
baik secara akademis, teoritis, maupun secara praktis.
a. Kegunaan teoritis
Secara teoritis penelitian ini dapat berguna sebagai khazanah
keilmuan sehingga nantinya diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai
salah satu sumber informasi yang valid bagi semua kalangan masyarakat tentang
penyimpangan nilai- nilai moral pada adat nyongkolan di Desa Kayangan.
b. Kegunaan Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan nantinya dapat membantu kajian
dalam pembahasan yang sama dengan penelitian ini. Penelitian ini juga
diharapkan bermanfaat dikalangan akademis perguruan tinggi terutama dalam
kajian adat nyongkolan .
BAB
II
PEMBAHASAN
a. Pengertian Nyongkolan
Nyongkolan merupakan salah satu adat istiadat yang menyertai
rangkaian acara dalam proses perkawinan. Nyongkolan merupakan teradisi yang
sangat unik karena sepasang pengantin menggunakan baju pengantin dan di arak
menuju tempat orang tua pengantin wanita sambil berjalan kaki menggunakan adat yang
khas, pengantin dan keluarga yang ditemani para tokoh agama, tokoh masyarakat
atau pemuka adat berserta sanak saudara berjalan keliling desa. Dalam
pelaksanaannya sering dijumpai, tidak dilakukan secara harfiah, tetapi biasanya
dilakukan bersama rombongan masyarakat.
Kemudian dalam upacara nyokolan biasanya menggunakan gendang
beleq, rebana dan lain sebagainya. Nyongkolan diartikan sebagai tradisi
mayarakat sasak, juga merupakan sebuah bentuk pengumuman bahwa pasangan
tersebut sudah resmi menikah, selain itu juga bagi mempelai yang melaksanakan prosesi
ini sering disebut sebagai” raja sejelo”.
b.
Konsep
Nyongkolan Dalam Perspektif Islam
Islam memandang tradisi nyongkolan, pada hakekatnya dihajatkan
untuk menjalankan roh agama itu sendiri karena dalam kegiatan nyongkolan
mengandung unsur syiar untuk memperkenalkan kedua mempelai kepada kaum kerabat
dan para tamu yang hadir.
Dalam ajaran Islam nyongkolan hukumnya adalah sunnah dengan
berlandaskan hadist A’linunnikah wadribu alaihi bilgirbali sebarluaskanlah
pernikahan itu dan tabuhkanlah Gendang atau Rebana padanya. Dan dalam
kesempatan ini juga kedua mempelai di bawa menemui kedua orang tuanya, sebagai
simbol untuk memohon maaf atas perbuatannya yang telah meninggalkan rumahnya
untuk kawin. Tetapi perlu diingat dalam pelaksanaan nyongkolan terebut sering
terjadi keonaran yang merusak nilai moral adat dan agama yang sering dilakukan
oleh pemuda secara umumnya pada saat ini. Yang padahal hakekat nyongkolan itu sendiri
dihajatkan oleh tokoh adat, tokoh agama, pemerintah dan masyarakat sasak yang
cinta akan budayanya.
Tradisi nyongkolan jika dikaitkan dalam perspektif Islam dapat
membentuk karakter positif antara lain :
1.
Munculnya
karakter untuk ikhlas meminta maaf dan memaafkan, karena sebelum terjadi
pernikahan kedua mempelai pergi diam-diam dari rumah orang tuanya yang
terkadang membuat kedua orang tuanya kalang kabut dan kebigungan mencari kemana
anak kesayangannya. Tetapi hal terebut bisa terobati dengan tradisi nyongkolan
dimana sang anak meminta maaf dan bersimpuh secara langsung kepada kedua orang
tuanya, untuk menunjukkan bakti dan hormat kepada kedua orang tuanya.
2.
Memper-erat
tali persaudaraan dan silaturrahmi. Dimana antara keluarga kedua mempelai biasa
saling kenal satu dengan yang lain sehingga dapat memupuk tali kekeluargaan
yang semakin erat antara satu dengan yang lain. Asalnya dari tidak kenal
menjadi kenal, jika telah saling kenal maka akan tumbuh rasa saling sayang dan
rasa saling peduli antara satu dengan yang lain, karena telah merasa terikat
menjadi satu keluarga besar.
3.
Kebersamaan,
dengan adanya tradisi nyongkolan tersebut akan menumbuhkan perasaan saling
membantu untuk menyelesaikan prosesi adat nyongkolan yang punya gawe dengan
ikut mengiring kedua mempelai kerumah mempelai perempuan. Bagi yang lebih mampu
juga membawa bermacam- macam usungan yang akan diserahkan kepada pihak keluarga
perempuan dan akan dibagi- bagikan kepada sekalian sanak keluarga dan tamu yang
hadir.
4.
Kepedulian
kepada orang lain dalam hal nyongkolan dilaksanakan dengan cara tertib,
teratur, dan rapi agar tidak mengganggu orang lain, lebih-lebih jika nyongkolan
dilaksanakan dengan jalan kaki secara beriringan. Dengan menerapkan karakter
peduli pada orang lain pada saat prosesi nyongkolan maka tidak akan terjadi
konflik, kesadaran dari masyarakat saat proses Nyongkolan diadakan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam adat budaya suku sasak di Lombok, khususnya
suku sasak di Kecamatan Kayangan, tradisi Nyongkolan merupakan salah satu
upacara wajib dalam prosesi pernikahan. Nyongkolan adalah puncak dari tahapan
ritual pernikahan adat Sasak. Nyongkolan adalah sebuah kegiatan adat yang
menyertai rangkaian acara dalam prosesi perkawinan pada suku sasak di pulau Lombok,
Nusa Tenggara Barat.
Acara ini dilakukan dengan arak-arakan atau
pawai pasangan pengantin layaknya seorang raja dan ratu menuju kediaman
mempelai wanita. Seremonial ini biasanya diadakan selepas waktu sholat zuhur
hingga sore hari, dengan diiringi keluarga dan kerabat mempelai pria, memakai
baju adat, serta rombongan musik yang bisa gamelan atau kelompok penabuh
rebana, atau disertai Gendang beleq pada kalangan bangsawan. Dalam
pelaksanaannya, karena faktor jarak, maka prosesi ini tidak dilakukan secara
harfiah, tetapi biasanya rombongan mulai berjalan dari jarak 1-0,5 km dari
rumah mempelai wanita.
Rombongan terdiri dari keluarga dan kerabat
mempelai pria. Jika jarak antara rumah pengantin laki-laki masih cukup dekat,
titik awal akan dimulai dari kediaman mempelai pria. Namun jika jaraknya jauh,
rombongan akan diangkut menggunakan kendaraan dan memulai iring-iringan
rombongan dari perbatasan desa mempelai wanita. Tujuannya adalah untuk
mengumumkan kepada masyarakat setempat bahwa seorang gadis asal desa tersebut
telah resmi dipersunting oleh pria dari desa lain menjadi pasangan suami-istri
yang sah. Hal ini sangat penting dikarenakan seluruh prosesi pernikahan
dilaksanakan di kediaman mempelai laki-laki.
Agar jelas terlihat oleh masyarakat yang
berdiri di pinggir jalan, pasangan pengantin akan dibalut dengan pakaian adat
khas suku sasak. Mempelai pria dan wanita kemudian diarak dengan menggunakan
kuda kayu yang dipanggul oleh empat orang pria. Jika tidak, mempelai pria akan
berjalan dengan didampingi dua orang pemuda dan dua orang gadis mendampingi
mempelai wanita.
Dedare-dedare
(gadis-gadis), terune-terune (pemuda), pemuka agama, tokoh masyarakat, beserta
kerabat dan sanak saudara mempelai pria turut mengiringi dengan balutan pakaian
adat khas suku Sasak. Rombongan juga akan diiringi oleh grup musik tradisional.
Barisan terdepan dari rombongan biasanya akan
membawa makanan berupa kue-kue tradisional Lombok serta hasil pertanian dan
perkebunan berupa buah dan sayuran. Bawaan tersebut diberikan kepada kedua
orang tua mempelai wanita untuk dibagikan kepada tetangga dan anggota
keluarganya.
Sebelum iring-iringan pengantin tiba di
kediaman mempelai wanita, rombongan kecil yang terdiri dari pemuka adat, pemuka
masyarakat, pemuka agama serta sejumlah pendamping akan mendahului untuk
melakukan Sorong Serah Aji Krama.
Seremonial ini merupakan upacara serah terima
secara adat antara pihak keluarga mempelai pria dan mempelai wanita. Dalam
upacara sorong serah ini, rombongan akan menyampaikan secara adat mengenai
pernikahan yang telah berlangsung. Acara ini memiliki peraturan tersendiri yang
tidak boleh salah dari sisi adat. Tidak jarang iring-iringan pengantin tidak
diperbolehkan masuk ke kediaman mempelai wanita karena harus menunggu
perdebatan alot yang terjadi dalam upacara sorong serah hingga menemui kata
sepakat terlebih dahulu.
Tahapan terakhir dari adalah tibanya kedua
mempelai di kediaman pengantin perempuan. Kedua mempelai biasanya akan duduk
sebentar di ’ (pelaminan) yang telah disediakan untuk berfoto bersama keluarga
dan kerabatnya. Setelah itu, mempelai pria dan wanita akan menyalami kedua
orang tuanya serta berjalan menghampiri seluruh keluarga dan kerabat yang
hadir.
Uniknya, ada mitos dan kepercayaan yang masih
dipegang oleh warga suku Sasak terkait dengan nyongkolan ini. Menurut
kepercayaan lama yang masih berkembang dan turun temurun, jika tradisi
nyongkolan tidak digelar setelah prosesi akad nikah sang pengantin, maka rumah
tangga sang pengantin tersebut biasanya tidak akan bisa bertahan lama atau
keturunan dari pasangan pengantin ini biasanya akan terlahir dalam kondisi
cacat fisik.
Belum ada yang bisa mengkonfirmasi kebenaran
mitos ini, namun yang pasti hingga kini nyongkolan masih terus dilaksanakan dan
tak jarang bisa menjadi pemicu utama kemacetan ruas-ruas jalanan di Pulau
Lombok.
a.
Bagaimana
tradisi nyongkolan di Kecamatan Kayangan ?
Pada prinsipnya sama dengan prosesi adat nyongkolan suku sasak di
daerah lainnya di belahan pulau Lombok. Namun seiring dengan perkembangan
zaman, adat nyongkolan ini, sudah mulai tergeser oleh nilai-nilai tidak moral
yang dilakukan oleh para pemuda dan pemudi, misalnya ketika melaksanakan budaya
adat nyongkolan atau tradisi nyongkolan, kadangkala dari pemuda dan pemudi
goyang - goyangan mengikuti alunan musik yang ditabuh, karena lagu-lagu yang
dimainkan adalah lagu-lagu yang menggairahkan para pemuda dan pemudi goyang
mengikuti musik yang dimainkan, itu semua caranya sudah keluar dari aturan-
aturan adat serta keluar dari nilai- nilai moralitas agama, bahkan semua pihak
yang terlibat dalam kegiatan nyongkolan tersebut cenderung meninggalkan shalat
wajib, tentu ini semua sudah melanggar hukum agama. Dan juga ironisnya para
pemuda juga mengkonsumsi minuman keras (miras).
b.
Bagaimana
upaya yang dilakukan tokoh agama dan masyarakat untuk meminimalisir terjadinya
penyimpangan nilai-nilai moral pada tradisi nyongkolan di Kecamatan Kayangan?
Masidep, pembekel adat wet Sesait
mengungkapkan bahwa, pandangan para tokoh
agama dan masyarakat tentang budaya nyongkolan adalah bahwa nyongkolan pada
dasarnya boleh dan memiliki nilai-nilai sakral untuk mengenalkan sepasang
pengantin kepada masyarakat. Dan konflik yang terjadi tercermin pada perubahan
adat nyongkolan dan alat musik yang digunakan adalah kecimol, yang tidak sesuai
dengan norma-norma yang telah dibuat dan berlaku dan nyongkolan itu adalah
syariat agama Islam dan sekiranya para pemuda haruslah mempunyi kode etik dan akhlak
sebagai kebutuhan dasar.(#.
Budaya
Nyongkolan Pengantin
" Deklarasi Perkawinan Suku
Sasak"
Nyongkolan Penganten Adat Wet Sesait
Tugas :
Nama : Faradila Sauban
Kelas : VIII/1
SMPN : 1 Kayangan
Tahun
Pelajaran 2019/2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar