Minggu, 15 September 2019

Lolos Seleksi, Kepala Dusun Kr Lendang dan Sengaran, Akhirnya Dilantik


Tanjung,--- Setelah lolos seleksi yang ketat, akhirnya Kepala Dusun Kr Lendang Sumadi dan Kepala Dusun Sengaran Zulhadidi Desa Bentek Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara, akhirnya resmi dilantik dan diambil sumpahnya, Jumat (31/08).
Pelantikan tersebut dihadiri sejumlah pejabat, diantaranya  Camat Gangga yang diwakili Sekcam, Babinsa, Babinkamtibmas, Pj Kepala Desa Bentek, Ketua BPD, Ketua Panitia, Penghulu Desa, para Kepala Dusun, tokoh agama, tokoh masyarakat, Mahasiswa KKN Unismu serta undangan lainnya.
 Ketua Panitia rekrutmen perangkat kewilayahan Desa Bentek, Sandi Justitia Putra dalam laporannya mengatakan, setelah menjalani ujian yang ketat dan prosesnya sangat panjang, akhirnya Sumadi terpilih sebagai Kepala Dusun Kr Lendang dan Zulhadidi terpilih sebagai Kepala Dusun  Sengaran.“Dari 12 calon yang ikut seleksi di dua wilayah tersebut, mereka inilah yang akhirnya terpilih,”tandas Sandi.
Sementara itu, Penjabat Kepala Desa Bentek, Hattarudin dalam sambutannya menyampaikan bahwa pelantikkan yang dilaksanakan ini merupakan langkah dalam rangka mengisi kekosongan beberapa Perangkat Kewilayahan yaitu Kepala Dusun Kr Lendang dan Kepala Dusun Sengaran yang sudah berakhir masa jabatannya. Sehingga ini merupakan hasil seleksi ketat yang dilakukan oleh Panitia Rekruitmen, melalui seleksi yang prosesnya cukup panjang dan menyita waktu.
"Kepala dusun selaku salah satu instrumen perangkat desa bertugas membantu kepala desa dalam melaksanakan tugas pelayanan di tingkat dusun dan keberadaannya banyak dibutuhkan oleh Bhabinkamtibmas maupun Babinsa sebagai agen informasi dan aspirasi dalam tugas-tugas kewilayahan," katanya.
Menanggapi kegiatan tersebut, Camat Gangga dalam sambutannya yang diwakili Sekcam Eko Sekiadim menyampaikan, selamat kepada kepala dusun yang telah dilantik dan mengapresiasi kegiatan rekruitmen yang sudah dilaksanakan dalam keadaan kondusif. "Hal ini tentunya berkat kerja keras semua pihak termasuk jajarannya Koramil 1606-10 Gangga dan Polsek Gangga dalam mendukung proses-proses yang dilakukan," tuturnya.
Dikatakan, pelantikan kepala Dusun ini setelah sebelumnya melalui tahap seleksi. Atas nama Pemerintah Kecamatan Gangga, pihaknya berharap kepada para kepala Dusun yang telah dilantik dapat menjaga amanah dan bisa menjalankan tugasnya dengan baik.

“Ini adalah kado akhir tahun hijriyah dan menyambut tahun baru Islam, dua Kepala dusun resmi sudah dilantik dan harapan kami bisa bekerja dengan baik untuk masyarakat Desa Bentek, “ujarnya.

Eko juga menegaskan, agar para kepala Dusun bisa bertanggung jawab. Terlebih lagi menjadi pelayan masyarakat dan siap bila dibutuhkan masyarakat.Lebih-lebih di saat ini masyarakat sedang bangkit “meriri bale langgak” yang hancur akibat musibah gempa yang melanda daerah ini tahun 2018 lalu. “Kepala dusun itu siap bila dibutuhkan masyarakat, mari kita membangun desa kita ini, “ajaknya.(eko)

Hultah MDT ke III, Momen Cetak Generasi Hebat Yang Qur'ani


Tanjung, - - Dalam rangka tasnyakuran Hari Ulang Tahun (Hultah) ke 3  Madrasah Diniyah Takmiliyah Darul Qur'an  Sumur Pande Desa Sesait Kecamatan Kayangan Lombok Utara, Minggu, (08/09) bertempat di aula Madrasah setempat menggelar Tabligh Akbar.

Hadir dalam Tabligh Akbar ini, Narsudin anggota DPRD KLU, H. Djekat mantan anggota DPRD KLU periode sebelumnya, Pimpinan Ponpes Darul Qur'an Lombok Timur TGH Muhammad Muzayyin  Sabri, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lombok Utara diwakili Ka.TU Suparlan, Camat Kayangan diwakili Kasi Kesos Yurdin, Pj. Kapala Desa Sesait,R.Sawinggih, para Kadus dan RT lingkup Desa Sesait, para tokoh agama, tokoh masyarakat, wali santri dan undangan lainnya.

Pimpinan Madrasah Diniyah Takmiliyah Darul Qur'an Sumur Pande ust. Kaharudin dalam sambutannya menyampaikan, kegiatan ini merupakan agenda rutin tahunan.  Pada tahun lalu, katanya, momen seperti ini digelar pada bulan Rabi'ul awal sekalian peringatan Maulid Nabi. Karena memang pada saat itu suasana masih dalam ranah duka yang cukup mendalam bagi santrinya, dimana daerah ini merupakan yang terparah di landa gempa bumi dengan keuatan 7,0 SR. Sehingga pihaknya merayakan Hultahnya dengan sangat sederhana, yakni masih dibawah tenda beratapkan terpal. Lain halnya perayaan Hultah pada tahun ini, digelar pada bulan Muharram, karena memang pada bulan Muharram inilah berdirinya Madrasah Diniyah Takmiliyah Darul Qur'an berdiri ini. Sehingga perayaan Hultahnya yang ke tiga tahun ini, dengan 226 santri dapat berjalan dengan baik dan sukses. Metode pengajaran yang diterapkan oleh Kaharudin yakni dengan metode ngaji jamak-jamak (duduk). Artinya sebagai mana lazim yang pernah dilakukan oleh para wali pada jaman dulu (walisongo).

Kedepan, Kaharudin yang juga guru di SDN 2 Sesait ini berharap, agar di Desa Sesait dan Desa Santong Mulia sebagai sumber santrinya ini maju makmurah Aaminan dan terhindar dari segala bencana yang melanda.  Sehingga madrasah yang dirintisnya tiga tahun lalu ini bisa berjalan sepanjang daerah ini tetap ada. Ia juga mengungkapkan terkait dengan keberadaan madrasah ini, awalnya pasca gempa belajarnya di bawah atap terpal dan sempat fakum selama satu tahun untuk iuran santri. “Alhamdulillah saat ini, berkat dukungan semua pihak, terutama orang tua santri, madrasah ini dapat bangkit dan berjalan lebih baik dengan semangat Qur'ani. Kita berharap melalui Hultah ke tiga tahun ini, kita ingin mencetak generasi hebat dengan semangat Qur’ani,”tandasnya penuh semangat.

Untuk perluasan tempat, ia mengatakan ada beberapa warga yang tinggal di sekitar madrasah yang akan mewakafkan tanahnya untuk keperluan madrasah diniyah takmiliyahh Darul Qur'an Sumur Pande Desa Sesait Kecamatan Kayangan Lombok Utara ini.  “Semoga ini menjadi ladang amalnya,”imbuhnya.

TGH Muhammad Muzayyin Sabri Pimpinan Ponpes Darul Qur'an Lombok Timur dalam tausiyahnya dihadapan ratusan jama’ah dan tamu undangan yang hadir mengajak untuk selalu bersyukur, senantiasa bersholawat kepada Nabi Muhammad saw.  Karena segala sesuatu pekerjaan yang dilakukan di dunia ini, tidak akan berkah dan tidak akan di terima oleh Allah swt, jika seluruh umat muslim tidak mengamalkan bersholawat kepada Nabi Muhammad saw. Dengan ultah ini pun merupakan wujud syukur kepada Allah swt.  Karena di tempat ini di dapatkan berbagai ilmu agama, agar selamat dunia akhirat.  “Ini nikmat Allah yang sangat luar biasa. Islam, iman dan insan,”jelasnya.

Selain itu, TGH Muhammad Muzayyin Sabri juga mengajak, bahwa pada bulan Muharram ini senantiasa melakukan berbagai kegiatan ladang amal ibadah. Terutama pada hari asyura yakni beramal, puasa, memberikan makan kepada anak yatim, berziarah kepada orang alim (orang tua), berziarah ke makam orang tua dan sebagainya.

Pada rangkaian kegiatan Hultah tersebut, di isi pula dengan beberapa rangkaian kegiatan, diantaranya pidato dengan menggunakan tiga bahasa oleh satri-santri Madrasah Dinyah Takmiliyahh Darul Qur'an Sumur Pande  dan puncak acara di isi dengan Tabligh Akbar oleh TGH Muhammad Muzayyin Sabri, Pimpinan Ponpes Darul Qur'an Lombok Timur. Seluruh hadirin antusias mengikuti acara tersebut. Lebih lebih saat para santri tersebut tampil  berpidato dengan menggunakan tiga bahasa, yakni bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa Arab. "Semoga kegiatan yang sama di tahun tahun mendatang kita berharap lebih baik dari pada tahun ini," harap Ketua Panitia Agus Alamanda.

Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lombok Utara yang diwakili Ka. TU Ust. Suparlan dalam sambutannya mengatakan, memang dalam mengembangkan berdirinya sebuah lembaga diniyah, banyak sekali kendalanya, belum lagi masalah kesiapan tenaga pengajar maupun kesiapan tempat serta calon santri maupun dukungan dari masyarakat setempat.

Dikatakan, berdasarkan sejarah bahwa agama islam untuk pertama kalinya masuk di daerah ini adalah di Sesait,  baru kemudian menyebar ke wilayah lainnya di Lombok Utara. "Alhamdulillah ditempat ini sekarang sudah berdiri madrasah Dinyah Takmiliyah Darul Qur'an Sumur Pande dibawah asuhan Ust. Kaharudin. Sehingga masyarakat atau orang tua tidak mengalami kesulitan dalam memasukkan anaknya mengaji,"katanya.

Suparlan menyarankan, untuk mendapatkan pengakuan pemerintah daerah Kabupaten Lombok Utara, segeralah mengurus status madrasah ini agar mudah dalam operasionalnya.(eko).

Budaya Nyongkolan Pengantin


" Deklarasi Perkawinan Suku Sasak"

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sejak manusia lahir di dunia, dalam langkah dan tindakannya sehari-hari secara naluriah, menimbulkan kebiasaan yang kemudian dalam perkembangannya menjadi adat kebiasaan, teradat dan menjadi adat .dengan kata lain, timbulnya suatu adat adalah dari kebiasaan sehari-hari lalu menjadi tradisi yang didukung oleh falsafah yang menguntungkan dan membawa kepuasan.

Seiring dengan perkembangan zaman, adat nyongkolan ini, sudah mulai tergeser oleh nilai-nilai tidak moral yang dilakukan oleh para pemuda dan pemudi, misalnya ketika melaksanakan budaya adat nyongkolan atau tradisi nyongkolan, yang merupakan adat atau kebiasaan masyarakat suku sasak.

Adat nyongkolan merupakan tradisi khas suku sasak Lombok. Dimana pihak keluarga laki-laki berkunjung ke keluarga pihak perempuan, yang biasanya diiringi dengan berbagai macam kesenian seperti kecimol, cilokak, gendang beleq ( gendang besar ) dan lain sebagainya.

Ketika ada acara budaya adat nyongkolan berlangsung seluruh lapisan yang andil baik itu dari kalangan anak-anak, orang tua, remaja, pemuda dan masyarakat ikut berpartisipasi mengiringi kedua pengantin tersebut, guna mengantarkan kedua pengantin ke Rumah kedua mertuanya, semuanya memakai pakaian adat Lombok, yakni untuk laki- laki memakai piama atau kemeja warna hitam, ikat kepala (sapuq) sedangkan bawahnya memakai sarung adat dan menyelipkan keris baik di depan maupun dibelakang. Sedangkan untuk perempuan memakai pakaian baju kebaya atau lambung yang dirias atau dipayas secantik mungkin.

Dalam pelaksanaanya nyongkolan tidak dilakukan secara harfiah, melainkan secara bermasyarakat atau berombongan. Nyongkolan sendiri merupakan upacara mengunjungi rumah orang tua pengantin wanita oleh kedua pengantin dengan diiringi oleh keluarga, kerabat, dan kenalan dalam suasana penuh kemeriahan dan kegembiraan. Tujuannya untuk menampakkan dirinya secara resmi dihadapan orang tua dan keluarganya bahkan kepada seeluruh masyarakat sambil minta maaf serta memberi hormat kepada orang tua pengantin wanita.

Adat nyongkolan dalam pandangan agama diperbolehkan, sebagaimana hadits Nabi yang mengatakan, yang artinya “ Sebarluaskanlah pernikahan itu dimasjid, dan tabuhkanlah atasnya gendang atau rebana”.

Makna yang terkandung dalam hadits di atas adalah untuk memperkenalkan pengantin pria dan pengantin wanita tersebut kepada masyarakat, terutama pada kalangan kerabat maupun masyarakat dimana pengantin wanita tinggal, karena biasanya acara pernikahan dilaksanakan dipihak pengantin pria. Kegiatan ini bertujuan supaya dikemudian hari tidak terjadi fitnah diantara kedua pengantin pria dan pengantin wanita pada saat berpergian sampai larut malam.

Dan pandangan hukum adat, hal ini guna mengembalikan dan melestarikan adat nenek moyang sebelum generasi sekarang, dengan satu tujuannya adalah untuk mensosialisasikan kedua pengantin kepada masyarakat secara langsung, bahwa kedua orang tersebut sudah menikah (Merariq). Hingga saat ini adat nyongkolan masih tetap ditemui di bumi Lombok, hanya saja dalam acara ini, pada masa sebelum masa modern, adat nyokolan ini teratur dan di awasi langsung oleh tokoh adat, msyarakat, dan pemuda demi lancarnya aktivitas jalan yang biasa macet.

B. RUMUSAN MASALAH

Adat nyongkolan pada masa modern ini bisa dikatakan sudah keluar dari nilai-nilai moral agama serta adat yang sudah diberlakukan. Karena melihat dari realitas dilapangan adat nyongkolan acap kali mengundang konflik, hal itu bisa terjadi dikarenakan konsep nyongkolan sudah melenceng dari adat dan agama. Pelaksanaan nyongkolan yang dahulu dengan yang sekarang sudah tidak sama lagi. Hal ini diakibatkan dengan arus perkembangan zaman yang berkembang alat musik yang digunakan adalah kecimol. Kalau sebelumnya menggunakan, Gendang Beleq, Rudat, Ale- Ale dan lain-lain.

Dengan demikian sebagian dari pemuda dan pemudi goyang- goyangan mengikuti alunan musik tersebut, karena lagu-lagu yang dimainkan adalah lagu-lagu yang menggairahkan para pemuda dan pemudi goyang mengikuti musik yang dimainkan, itu semua caranya sudah keluar dari aturan- aturan adat serta keluar dari nilai- nilai moralitas agama, bahkan semua pihak yang terlibat dalam kegiatan nyongkolan tersebut cenderung meninggalkan shalat wajib, tentu ini semua sudah melanggar hukum agama. Dan juga ironisnya para pemuda juga mengkonsumsi minuman keras (miras).

Berdasarkan uraian tersebut, maka yang menjadi fokus kajian dalam rumusan masalah ini adalah :
a. Bagaimana tradisi nyongkolan di Kecamatan Kayangan ?
b. Bagaimana upaya yang dilakukan tokoh agama dan masyarakat untuk meminimalisir terjadinya penyimpangan nilai-nilai moral pada tradisi nyongkolan di Kecamatan Kayangan?

C. TUJUAN PENELITIAN

1.     Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menelusuri faktor- faktor terjadinya penyimpangan nilai- nilai moral pada adat nyongkolan, secara rinci, penilitan ini bertujuan sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui strategi komunikasi tokoh agama dan tokoh masyarakat terhadap tradisi nyongkolan di Kecamatan Kayangan.
b. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan tokoh agama dan tokoh masyarakat, untuk meminimalisir terjadinya penyimpangan nilai-nilai moral pada tradisi nyongkolan di Kecamatan Kayangan.

2.     Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini kiranya diharapkan bisa mendatangkan manfaat baik secara akademis, teoritis, maupun secara praktis.

a. Kegunaan teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat berguna sebagai khazanah keilmuan sehingga nantinya diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi yang valid bagi semua kalangan masyarakat tentang penyimpangan nilai- nilai moral pada adat nyongkolan di Desa Kayangan.

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan nantinya dapat membantu kajian dalam pembahasan yang sama dengan penelitian ini. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat dikalangan akademis perguruan tinggi terutama dalam kajian adat nyongkolan .

   
BAB  II
PEMBAHASAN
a.      Pengertian Nyongkolan

Nyongkolan merupakan salah satu adat istiadat yang menyertai rangkaian acara dalam proses perkawinan. Nyongkolan merupakan teradisi yang sangat unik karena sepasang pengantin menggunakan baju pengantin dan di arak menuju tempat orang tua pengantin wanita sambil berjalan kaki menggunakan adat yang khas, pengantin dan keluarga yang ditemani para tokoh agama, tokoh masyarakat atau pemuka adat berserta sanak saudara berjalan keliling desa. Dalam pelaksanaannya sering dijumpai, tidak dilakukan secara harfiah, tetapi biasanya dilakukan bersama rombongan masyarakat.

Kemudian dalam upacara nyokolan biasanya menggunakan gendang beleq, rebana dan lain sebagainya. Nyongkolan diartikan sebagai tradisi mayarakat sasak, juga merupakan sebuah bentuk pengumuman bahwa pasangan tersebut sudah resmi menikah, selain itu juga bagi mempelai yang melaksanakan prosesi ini sering disebut sebagai” raja sejelo”.

b.     Konsep Nyongkolan Dalam Perspektif Islam

Islam memandang tradisi nyongkolan, pada hakekatnya dihajatkan untuk menjalankan roh agama itu sendiri karena dalam kegiatan nyongkolan mengandung unsur syiar untuk memperkenalkan kedua mempelai kepada kaum kerabat dan para tamu yang hadir.

Dalam ajaran Islam nyongkolan hukumnya adalah sunnah dengan berlandaskan hadist A’linunnikah wadribu alaihi bilgirbali sebarluaskanlah pernikahan itu dan tabuhkanlah Gendang atau Rebana padanya. Dan dalam kesempatan ini juga kedua mempelai di bawa menemui kedua orang tuanya, sebagai simbol untuk memohon maaf atas perbuatannya yang telah meninggalkan rumahnya untuk kawin. Tetapi perlu diingat dalam pelaksanaan nyongkolan terebut sering terjadi keonaran yang merusak nilai moral adat dan agama yang sering dilakukan oleh pemuda secara umumnya pada saat ini. Yang padahal hakekat nyongkolan itu sendiri dihajatkan oleh tokoh adat, tokoh agama, pemerintah dan masyarakat sasak yang cinta akan budayanya.

Tradisi nyongkolan jika dikaitkan dalam perspektif Islam dapat membentuk karakter positif antara lain :

1.     Munculnya karakter untuk ikhlas meminta maaf dan memaafkan, karena sebelum terjadi pernikahan kedua mempelai pergi diam-diam dari rumah orang tuanya yang terkadang membuat kedua orang tuanya kalang kabut dan kebigungan mencari kemana anak kesayangannya. Tetapi hal terebut bisa terobati dengan tradisi nyongkolan dimana sang anak meminta maaf dan bersimpuh secara langsung kepada kedua orang tuanya, untuk menunjukkan bakti dan hormat kepada kedua orang tuanya.

2.     Memper-erat tali persaudaraan dan silaturrahmi. Dimana antara keluarga kedua mempelai biasa saling kenal satu dengan yang lain sehingga dapat memupuk tali kekeluargaan yang semakin erat antara satu dengan yang lain. Asalnya dari tidak kenal menjadi kenal, jika telah saling kenal maka akan tumbuh rasa saling sayang dan rasa saling peduli antara satu dengan yang lain, karena telah merasa terikat menjadi satu keluarga besar.

3.     Kebersamaan, dengan adanya tradisi nyongkolan tersebut akan menumbuhkan perasaan saling membantu untuk menyelesaikan prosesi adat nyongkolan yang punya gawe dengan ikut mengiring kedua mempelai kerumah mempelai perempuan. Bagi yang lebih mampu juga membawa bermacam- macam usungan yang akan diserahkan kepada pihak keluarga perempuan dan akan dibagi- bagikan kepada sekalian sanak keluarga dan tamu yang hadir.

4.     Kepedulian kepada orang lain dalam hal nyongkolan dilaksanakan dengan cara tertib, teratur, dan rapi agar tidak mengganggu orang lain, lebih-lebih jika nyongkolan dilaksanakan dengan jalan kaki secara beriringan. Dengan menerapkan karakter peduli pada orang lain pada saat prosesi nyongkolan maka tidak akan terjadi konflik, kesadaran dari masyarakat saat proses Nyongkolan diadakan.


  
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dalam adat budaya suku sasak di Lombok, khususnya suku sasak di Kecamatan Kayangan, tradisi Nyongkolan merupakan salah satu upacara wajib dalam prosesi pernikahan. Nyongkolan adalah puncak dari tahapan ritual pernikahan adat Sasak. Nyongkolan adalah sebuah kegiatan adat yang menyertai rangkaian acara dalam prosesi perkawinan pada suku sasak di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Acara ini dilakukan dengan arak-arakan atau pawai pasangan pengantin layaknya seorang raja dan ratu menuju kediaman mempelai wanita. Seremonial ini biasanya diadakan selepas waktu sholat zuhur hingga sore hari, dengan diiringi keluarga dan kerabat mempelai pria, memakai baju adat, serta rombongan musik yang bisa gamelan atau kelompok penabuh rebana, atau disertai Gendang beleq pada kalangan bangsawan. Dalam pelaksanaannya, karena faktor jarak, maka prosesi ini tidak dilakukan secara harfiah, tetapi biasanya rombongan mulai berjalan dari jarak 1-0,5 km dari rumah mempelai wanita.

Rombongan terdiri dari keluarga dan kerabat mempelai pria. Jika jarak antara rumah pengantin laki-laki masih cukup dekat, titik awal akan dimulai dari kediaman mempelai pria. Namun jika jaraknya jauh, rombongan akan diangkut menggunakan kendaraan dan memulai iring-iringan rombongan dari perbatasan desa mempelai wanita. Tujuannya adalah untuk mengumumkan kepada masyarakat setempat bahwa seorang gadis asal desa tersebut telah resmi dipersunting oleh pria dari desa lain menjadi pasangan suami-istri yang sah. Hal ini sangat penting dikarenakan seluruh prosesi pernikahan dilaksanakan di kediaman mempelai laki-laki.

Agar jelas terlihat oleh masyarakat yang berdiri di pinggir jalan, pasangan pengantin akan dibalut dengan pakaian adat khas suku sasak. Mempelai pria dan wanita kemudian diarak dengan menggunakan kuda kayu yang dipanggul oleh empat orang pria. Jika tidak, mempelai pria akan berjalan dengan didampingi dua orang pemuda dan dua orang gadis mendampingi mempelai wanita.

Dedare-dedare (gadis-gadis), terune-terune (pemuda), pemuka agama, tokoh masyarakat, beserta kerabat dan sanak saudara mempelai pria turut mengiringi dengan balutan pakaian adat khas suku Sasak. Rombongan juga akan diiringi oleh grup musik tradisional.

Barisan terdepan dari rombongan biasanya akan membawa makanan berupa kue-kue tradisional Lombok serta hasil pertanian dan perkebunan berupa buah dan sayuran. Bawaan tersebut diberikan kepada kedua orang tua mempelai wanita untuk dibagikan kepada tetangga dan anggota keluarganya.

Sebelum iring-iringan pengantin tiba di kediaman mempelai wanita, rombongan kecil yang terdiri dari pemuka adat, pemuka masyarakat, pemuka agama serta sejumlah pendamping akan mendahului untuk melakukan Sorong Serah Aji Krama.

Seremonial ini merupakan upacara serah terima secara adat antara pihak keluarga mempelai pria dan mempelai wanita. Dalam upacara sorong serah ini, rombongan akan menyampaikan secara adat mengenai pernikahan yang telah berlangsung. Acara ini memiliki peraturan tersendiri yang tidak boleh salah dari sisi adat. Tidak jarang iring-iringan pengantin tidak diperbolehkan masuk ke kediaman mempelai wanita karena harus menunggu perdebatan alot yang terjadi dalam upacara sorong serah hingga menemui kata sepakat terlebih dahulu.

Tahapan terakhir dari adalah tibanya kedua mempelai di kediaman pengantin perempuan. Kedua mempelai biasanya akan duduk sebentar di ’ (pelaminan) yang telah disediakan untuk berfoto bersama keluarga dan kerabatnya. Setelah itu, mempelai pria dan wanita akan menyalami kedua orang tuanya serta berjalan menghampiri seluruh keluarga dan kerabat yang hadir.

Uniknya, ada mitos dan kepercayaan yang masih dipegang oleh warga suku Sasak terkait dengan nyongkolan ini. Menurut kepercayaan lama yang masih berkembang dan turun temurun, jika tradisi nyongkolan tidak digelar setelah prosesi akad nikah sang pengantin, maka rumah tangga sang pengantin tersebut biasanya tidak akan bisa bertahan lama atau keturunan dari pasangan pengantin ini biasanya akan terlahir dalam kondisi cacat fisik.

Belum ada yang bisa mengkonfirmasi kebenaran mitos ini, namun yang pasti hingga kini nyongkolan masih terus dilaksanakan dan tak jarang bisa menjadi pemicu utama kemacetan ruas-ruas jalanan di Pulau Lombok.

a.      Bagaimana tradisi nyongkolan di Kecamatan Kayangan ?

Pada prinsipnya sama dengan prosesi adat nyongkolan suku sasak di daerah lainnya di belahan pulau Lombok. Namun seiring dengan perkembangan zaman, adat nyongkolan ini, sudah mulai tergeser oleh nilai-nilai tidak moral yang dilakukan oleh para pemuda dan pemudi, misalnya ketika melaksanakan budaya adat nyongkolan atau tradisi nyongkolan, kadangkala dari pemuda dan pemudi goyang - goyangan mengikuti alunan musik yang ditabuh, karena lagu-lagu yang dimainkan adalah lagu-lagu yang menggairahkan para pemuda dan pemudi goyang mengikuti musik yang dimainkan, itu semua caranya sudah keluar dari aturan- aturan adat serta keluar dari nilai- nilai moralitas agama, bahkan semua pihak yang terlibat dalam kegiatan nyongkolan tersebut cenderung meninggalkan shalat wajib, tentu ini semua sudah melanggar hukum agama. Dan juga ironisnya para pemuda juga mengkonsumsi minuman keras (miras).

b.     Bagaimana upaya yang dilakukan tokoh agama dan masyarakat untuk meminimalisir terjadinya penyimpangan nilai-nilai moral pada tradisi nyongkolan di Kecamatan Kayangan?

Masidep, pembekel adat wet Sesait mengungkapkan bahwa,  pandangan para tokoh agama dan masyarakat tentang budaya nyongkolan adalah bahwa nyongkolan pada dasarnya boleh dan memiliki nilai-nilai sakral untuk mengenalkan sepasang pengantin kepada masyarakat. Dan konflik yang terjadi tercermin pada perubahan adat nyongkolan dan alat musik yang digunakan adalah kecimol, yang tidak sesuai dengan norma-norma yang telah dibuat dan berlaku dan nyongkolan itu adalah syariat agama Islam dan sekiranya para pemuda haruslah mempunyi kode etik dan akhlak sebagai kebutuhan dasar.(#.



Budaya Nyongkolan Pengantin
" Deklarasi Perkawinan Suku Sasak"


Nyongkolan Penganten Adat Wet Sesait


Tugas :

Nama       : Faradila Sauban
Kelas       : VIII/1
SMPN       : 1 Kayangan
Tahun Pelajaran 2019/2020



Selasa, 20 Agustus 2019

Tim SAR Lanjutkan Pencarian 5 Korban Gempa Lombok di Area Longsor

LOMBOK UTARA - Tim Pencarian dan Pertolongan (SAR) gabungan masih mencari lima korban gempa yang belum ditemukan hingga Selasa (14/8/2018), sembilan hari setelah gempa bumi berkekuatan 7 skala Richter (SR) mengguncang wilayah Lombok pada 5 Agustus.
Koordinator Misi SAR I Nyoman Sidakarya di Lombok Utara mengatakan, korban yang dilaporkan belum ditemukan meliputi empat orang di Dusun Dompu Indah, Kecamatan Kayangan dan satu orang di Dusun Busur Timur, Desa Rempek, Kecamatan Gangga, Lombok Utara.
Empat orang yang belum ditemukan di Dusun Dompu Indah diduga tertimbun longsoran tanah. Mereka terdiri atas seorang ayah dengan dua anaknya serta satu warga lainnya.
"Operasi SAR kembali dilakukan pagi ini dengan melibatkan dua tim yang menyebar di dua dusun tersebut. Ada juga Tim Alfa dan Bravo yang disiagakan untuk memberikan bantuan," katanya.
Update Dampak Gempa Lombok: 436 Orang Meninggal, Kerugian Lebih dari Rp5 Triliun
Anggota Tim Echo dan Foxtrot pimpinan Komandan Regu Kurais yang meliputi 42 orang dari Basarnas, Brimob, TNI dan potensi SAR akan melanjutkan pencarian di area tebing yang longsor di Dusun Dompu Indah.
Sementara Tim Charlie dan Delta, menurut Sidakarya, akan melanjutkan operasi pencarian warga bernama Saepul Bahri (30), yang juga diduga tertimbun longsoran, di Dusun Busur Timur.
Tim pimpinan Komandan Regu Tius tersebut juga beranggotakan 42 orang dari Basarnas, Brimob, TNI, dan potensi SAR.
Dilihat dari Udara, Begini Kerusakan Kawasan Terdampak Gempa 7 SR di Lombok
"Operasi pencarian menggunakan berbagai jenis alat seperti gergaji mesin, pompa hidrolik, ekskavator, genset, senter polarion, karmantel, K12, K9 dan alkon serta beberapa alat lain yang dibutuhkan," kata Sidakarya.
Menurut data sementara Badan Penanggulangan Bencana Nasional, jumlah korban jiwa akibat gempa bumi di Lombok sudah bertambah menjadi 436 orang hingga Senin (13/8).
Korban meninggal dunia paling banyak di Kabupaten Lombok Utara (374), disusul Kabupaten Lombok Barat (37), Kabupaten Lombok Timur (12), Kota Mataram (9), Kabupaten Lombok Tengah (2), dan Kota Denpasar, dan Bali (2).
Bencana alam tersebut juga menyebabkan 1.353 orang terluka, paling banyak di Lombok Utara (640).
(qlh)

Kisah Denda Cilinaya

Wilayah Kabupaten Lombok Utara yang lebih dikenal masyarakatnya dengan sebutan Dayan Gunung, ternyata memiliki banyak peninggalan sejarah masa lalu, baik berupa benda,tulisan,rekaman maupun yang berbentuk lisan.

Salah satu bukti peninggalan sejarah masa lampau yang masih terpelihara dengan baik hingga saat ini adalah makam Denda Cilinaya, yang terletak di Labuhan Carik Bayan. Denda Cilinaya di kisahkan mati terbunuh oleh Patih Jero Tuek atas perintah Datu Keling.

Keberadaan makam Denda Cilinaya ini di kalangan masyarakat Dayan Gunung dan bahkan mungkin masyarakat sasak pada umumnya sudah banyak yang mengetahuinya. Sedangkan makam Patih Jero Tuek yang merupakan pembunuh Denda Cilinaya, yang keberadaannya tidak jauh dari makam Cilinaya, mungkin tidak banyak orang yang mengetahui.

Untuk bisa sampai ke lokasi makam Cilinaya, para pengunjung dihadapkan pada medan yang cukup melelahkan. Pasalnya, jarak makam dari pusat pemerintahan Kecamatan Bayan sekitar 1 km, dari Labuhan Carik kearah timur sekitar 350 meter. Para pengunjung yang menggunakan alat transportasi baik roda empat maupun roda dua, cukup di parkir di Labuhan Carik. Setelah itu, para pengunjung harus jalan kaki melewati pematang sawah dan sebuah kali yang membatasi lokasi makam dengan Labuhan Carik.

Menurut Raden Singanem (47), Situs makam Denda Cilinaya ini, untuk pertama kalinya di pelihara oleh mendiang orang tuanya Mangku Raden Singagrib (alm) sejak tahun 1977 silam. Setelah orang tuanya mangkat tahun 1980, dari sejak itulah dirinya aktif sebagai Mangku makam Denda Cilinaya ini.

Dikatakan Raden Singanem, dulu katanya, ketika dirinya masih kecil, lokasi makam ini masih gawah (hutan) yang di penuhi oleh tumbuhan ilalang. Waktu itu belum di ketahui bahwa di lokasi itu ada makam, seperti yang di kenal sekarang (Cilinaya).

Di lokasi itu ada makam Cilinaya, sekitar tahun 1977, berawal dari adanya warga Tanak Song Tanjung yang mendapatkan petunjuk dari paranormal dengan mendatangi lokasi itu untuk sebuah hajatan Ngurisan.

Dari paranormal yang mendapatkan wangsit dari pemilik makam inilah di ketahui bahwa di lokasi itu ada sebuah makam yang di kenal dengan makam Denda Cilinaya. Dari paranormal ini pula di ketahui bahwa yang menjadi Mangku atau yang menjadi penanggung jawab sebagai pemelihara makam itu harus yang lebih tua dari keluarga Raden Singagrib. Paranormal yang sudah di rasuki roh penghuni makam itu pula yang memerintahkan agar mencari Raden Singagrib dan Raden Singanem sebagai yang bertanggungjawab memelihara makam itu. Maka di putuskanlah Raden Singagrib yang memelihara pertama makam itu, karena menurut Paranormal yang sedang disanding roh makam itu, dia lebih tua. Setelah beliau mangkat tahun 1980, praktis Raden Singanem yang meneruskannya hingga sekarang.

Bagaimana kisah terbunuhnya putri Denda Cilinaya oleh Patih Jero Tuek atas perintah Datu Keling dan bagaimana makamnya bisa berada di atas montong dekat Labuhan Carik Bayan, Mangku Raden Singanem, yang merupakan generasi kedua sekaligus juru kunci makam Denda Cilinaya, bersama wartawan media ini mengisahkannya dalam tulisan ini.

Konon, menurut Mangku Raden Singanem, pada jaman ireng di sekitar Bayan Beleq sekarang ini, terdapat dua buah kerajaan besar yaitu Kerajaan Daha dan Kerajaan Keling. Posisi persisnya, katanya, bahwa Kerajaan Daha berada di wet timur Orong dan Kerajaan Keling berada di wet barat Orong.

Di ceritakan bahwa antara Datu Daha dan Datu Keling itu bersaudara. Masing-masing menjalankan pemerintahan di kerajaannya dengan aman gemah ripah loh jinawi. Namun kedua bersaudara ini belumlah cukup merasa bahagia kalau penggantinya kelak belum ada tanda-tanda akan di karuniai putra sebagai calon penerus penguasa kerajaan.

Maka kedua bersaudara ini (Datu Daha dan Datu Keling) berencana akan melakukan tapa brata di sebuah bukit atau montong yang dipenuhi hutan belantara, memohon kepada yang kuasa agar keduanya diberikan putra sebagai calon penggantinya kelak ketika mereka sudah mangkat.

Pada waktu yang sudah di tentukan, maka berangkatlah Datu Daha Mas Mutering Sejagat dengan membawa perlengkapan secukupnya menuju ke sebuah tempat yang juga sudah di tentukan yaitu Montong Kayangan. Dalam waktu yang bersamaan, Datu Keling Mas Mutering Sejagat pun berangkat pula menuju ke tempat itu, untuk bersama-sama melakukan tapa brata. Dalam perjalanan menuju tempat tapa brata itu, Datu Daha dan Datu Keling bertemu di perempatan Geruk Gundem untuk selanjutnya bersama-sama menuju Montong Kayangan.

Setiba di tempat melakukan tapa brata, masing-masing menghaturkan sesuai dengan syarat dan niatnya untuk mendapatkan anak. Dimana Datu Daha dalam nazarnya berniat, jika sang penguasa jagat memberikan anak perempuan, maka kelak dirinya akan membayar kaul, dengan persyaratan membawa lekok buak,kerbau bertanduk emas, ber ekor sutera, mengkupak slaka (bertapak kaki slaka) dan mentete gangsa ( alat yang di gelar atau yang dibentangkan) sebagai pijakan waktu bayar nazar mulai dari Kerajaannya hingga ke lokasi Montong Kayangan. Begitu pula dengan Datu Keling, bernazar yang sama, dengan persyaratan yang sama, namun Datu Keling menginginkan anak yang laki.

Dalam tapa bratanya itu, diceritakan tidak di ketahui berapa lama berlangsung.Hanya konon ceritanya semua hajat dari kedua pembesar kerajaan itu dikabulkan. Ajaib memang, kedua permaisuri dari dua buah kerajaan yang ada di lereng Gunung Rinjani sebelah utara itu pun mengandung secara bersamaan. Sebagaimana adat kebiasaan di kalangan istana kerajaan terhadap yang mengandung, maka di adakan pula acara ritual selamatan tiga bulanan,tujuh bulanan dan upacara kelahiran.

Setelah tiba waktunya untuk melahirkan, maka kedua permaisuri, baik kerajaan Datu Daha maupun kerajaan Datu Keling pun melahirkan anak sesuai dengan keinginan Datu Daha yang menginginkan anak perempuan maupun Datu Keling yang menginginkan anak laki-laki.

Berselang satu tahun kemudian, tibalah saatnya untuk menunaikan nazar mereka masing-masing.Kedua Datu dari dua kerajaan besar yang melingkari Gunung Rinjani itu pun sepakat untuk membayar nazar (kaul) sesuai dengan apa yang pernah mereka janjikan. Di ceritakan bahwa yang bisa menunaikan nazarnya itu baru Datu Keling. Sementara Datu Daha akan menyusul kemudian.

Maka Datu Keling berangkatlah menuju Montong Kayangan dengan di iringi seluruh kaula balanya untuk menunaikan janjinya membayar nazar, dengan membawa persyaratan seperti yang pernah di terimanya melalui wangsit ketika melakukan tapa brata dulunya ditempat itu.

Suatu ketika Cilinaya sebagaimana kebiasaan anak kecil sebayanya setiap harinya selalu bermain di halaman istana kerajaan. Sedang asyiknya bermain, tiba-tiba menghilang begitu saja dari alam dunia. Dengan menghilangnya Cilinaya ini, seluruh kalangan istana kerajaan Daha kala itu kaget. Maka Datu Daha mengerahkan seluruh kaula balanya untuk mencari putri semata wayangnya itu ke seluruh negeri. Namun upaya pencarian itu pun gagal, sang putri tidak ditemukan.Maka pencarian pun di hentikan.

Sementara itu di pinggir hutan belantara masih dalam wilayah Kerajaan Datu Daha, hiduplah sepasang suami isteri yang bernama Amak Lokaq dan Inaq Lokaq (Amaq Bangkol dan Inaq Bangkol).Suatu hari Amaq Bangkol dan Inaq Bangkol pergi ke kebun miliknya untuk mencari sayuran.Tiba-tiba keduanya mendengar ada suara tangisan anak kecil. Setelah diselidiki ternyata benar tangisan anak kecil.Lalu di bawa pulang ke pondoknya yang reot beratapkan ilalang dan berpagar bedek itu.
Setiba di rumah keduanya berunding, apa yang pantas untuk diberikan namanya.Sebab kalau di lihat dari wajahnya memang anak tadi berparas cantik. Dari sinilah timbul ide dari Amak Bangkol untuk memberikan nama Cilinaya (Cili=kecil, naya= bagus,elok).Itulah sebabnya nama Cilinaya terkenal hingga sekarang khususnya di kalangan masyarakat suku sasak Lombok.

Diceritakan, Denda Cilinaya pun hiduplah bersama Amak Bangkol dan Inaq Bangkol di gubuq terpencil di pinggir hutan kerajaan Daha hingga menginjak remaja.Dalam kesehariannya, dikisahkan bahwa Denda Cilinaya ini pekerjaannya adalah menyesek atau menenun. Sebagai seorang gadis belia pekerjaan menenun itu sangat di gemari olehnya.Sehingga tidak heran pekerjaan itu terus di tekuninya setiap hari. Itulah sebabnya pekerjaan menenun ini hingga sekarang para gadis atau kaum hawa di daerah Bayan Beleq masih dapat di lihat. Keberadaan Cilinaya di gubuq ini tidak ada yang tahu selain kedua orang tua angkatnya itu.

Raden Mas Panji putra Datu Keling saat itu juga baru menginjak remaja. Sebagai putra mahkota kerajaan, kegiatan sehari-harinya selain berlatih bela diri juga hobinya berburu. Suatu ketika, Raden Mas Panji berkeinginan pergi berburu ke hutan di pinggir kerajaan Daha.Keinginan itu kemudian disampaikan kepada ayahandanya (mamiknya) Datu Keling. Raja Keling pun mengijinkan putranya untuk pergi berburu rusa dihutan tutupan di pinggir daerah kekuasaan kerajaan Datu Daha.

Tiba waktu yang telah ditentukan, Raden Mas Panji berangkatlah menuju hutan yang dimaksud untuk berburu rusa, dengan diiringi tiga orang pengasuhnya Raden Krude, Raden Kalang dan Raden Semar. Hutan tutupan yang di tuju Raden Mas Panji beserta tiga orang pengiringnya itu diperkirakan berada di sebelah timur Bayan Beleq sekarang.

Diceritakan, hutan tutupan yang di jadikan lokasi berburu Raden Mas Panji ini pada jaman itu banyak sekali di huni oleh binatang buruan seperti babi rusa,kijang, dan berbagai jenis burung. Sedang asyiknya berburu, tiba-tiba Raden Mas Panji merasa kehausan, kepingin minum.Maka di carilah mata air di sekitar hutan itu.Namun ketika sampai di dekat sebuah gubuq, Raden Mas Panji mendengar ada suara Jajak (alat tenun) sedang di mainkan. Lalu Raden Mas Panji berfikir kalau ada suara Jajak seperti itu, berarti ada orang penghuni gubuq itu. Dengan demikian berarti dapat minta air untuk sekedar melepas dahaga,pikirnya.Raden Mas Panji pun tanpa pikir panjang langsung menuju gubuq itu untuk minta air minum.Singkat cerita, Inaq Bangkollah yang memberikan air minum kepada Raden Mas Panji.Sementara Cilinaya sembunyi dalam rumah. Walau demikian, Cilinaya sempat juga dilihat oleh Raden Mas Panji.Seketika itu pula hati Raden Mas Panji tertutup untuk melanjutkan perburuannya. Akhirnya berburu pun gagal di lanjutkan.

Dengan bersusah payah, ketiga pengiring itu mengajak Raden Mas Panji pulang kembali ke istana kerajaan.Namun Raden Mas Panji tidak menghiraukan ajakan ketiga pengiringnya itu.Akhirnya, Raden Mas Panji ditinggal.

Setiba di istana kerajaan, pengiring Raden Mas Panji itu melapor kepada Mamiknya Datu Keling. Mendengar laporan itu, maka Datu Keling murka.

Keadaan inilah yang membuat Raden Mas Panji betah tinggal di gubuq itu selama 3 tahun. Hingga akhirnya Raden Mas Panji menikah dengan Denda Cilinaya dan di karuniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Raden Megatsih.

Tiga tahun telah berlalu,kemurkaan Datu Keling belum sirna begitu saja atas kelakuan dan perbuatan putra satu-satunya sebagai harapan penggantinya kelak, rela tinggal di sebuah gubuq dipinggir hutan. Maka Datu Keling mengumpulkan para punggawa kerajaan untuk musyawarah. Dalam musyawarah tersebut, atas titah raja telah disepakati untuk menjemput Raden Mas Panji yang sudah lama tinggal di gubuq pinggir hutan kawasan kerajaan Daha.

Konon ceritanya seluruh punggawa dan kaula bala kerajaan Keling di kerahkan untuk menjemput putra mahkota Raden Mas Panji, dibawah pimpinan kedua maha patih Jero Tuek dan Adipati (Mangkubumi dan Mangkunegaran).

Alasan Datu Keling menjemput anaknya ini adalah dikatakan dirinya kepingin makan hati menjangan. Agar putra satu-satunya inilah yang berburu untuknya.Padahal dalam hatinya sebenarnya ingin memisahkan Cilinaya dengan anaknya Raden Mas Panji. Karena menurutnya, tidak pantaslah seorang putra mahkota (Pangeran) kerajaan kawin dengan orang kebanyakan.Padahal seandainya Datu Keling mengetahuinya, sebenarnya Cilinaya itu adalah putri saudaranya Datu Daha yang dikabarkan sempat hilang 20 tahun silam.Tapi karena Datu Keling sama sekali tidak mengetahuinya, maka hal itulah yang dilakukannya.

Datu Keling salah kaprah, karena dianggapnya anaknya Raden Mas Panji kawin dengan anaknya Amaq Bangkol itu tidak sederajat. Itulah sebabnya di utus patih dalam (Mangkubumi-Jero Tuek) dan patih luar (Mangkunegaran-Adipati) untuk menjemput putranya Raden Mas Panji pulang, dengan alasan Mamiknya Datu Keling sakit keras dan ingin makan hati menjangan putih.

Maha Patih Jero Tuek dan Maha Patih Adipati pun berangkatlah menuju hutan dimana Raden Mas Panji tinggal bersama isterinya Cilinaya. Raden Mas Panji ketika mendengar kabar itu, lalu minta ijin pada isterinya untuk memenuhi keinginan dan permintaan ayahandanya Datu Keling.Cilinaya pun mengijinkan suaminya berangkat berburu memenuhi pesan Datu Keling. Namun sebelum suaminya Raden Mas Panji berangkat, Cilinaya memberikan sebuah cincin sambil berpesan pada suaminya, apabila cincin ini gugur (hancur) dari jarinya, berarti dirinya sudah tidak ada di dunia ini.

Dikisahkan, usai memberikan cincin pada suaminya itu, maka Cilinaya dan suaminya Raden Mas Panji berpisahlah. Mas Panji bersama pengiringnya yang lain, selain Patih Jero Tuek dan Adipati, berangkatlah menuju hutan untuk berburu demi memenuhi permintaan ayahandanya Datu Keling yang kepingin makan hati menjangan putih.Sementara Jero Tuek dan Adipati tetap tinggal di gubuq tempat Cilinaya berada bersama keluarganya.

Kemudian setelah kira-kira jarak 1 km Raden Mas Panji pergi masuk hutan berburu, maka Patih Jero Tuek dan Patih Adipati menjalankan maksud sebenarnya mereka berada di tempat itu, yaitu ingin melenyapkan Cilinaya dari muka bumi. Namun sebelum niat kedua maha patih itu dilaksanakan, Cilinaya mengajak keduanya ke kebun miliknya di pinggir pantai bawah pohon ketapang, yang menurut Mangku Raden Singanem, lokasi yang dimaksud oleh Cilinaya ketika itu adalah pantai sekitar 200 meter kearah timur laut dari makam Cilinaya yang sekarang.”Di lokasi inilah Cilinaya dibunuh oleh patih Jero Tuek,”kata Raden Singanem.

Sebelum dibunuh, Cilinaya berpesan kepada patih Jero Tuek, “Mun tetu aku anak dedoro bebenes, agar darahku mencerit tun gon gumi berbau, kemudian mun tetu aku terijati anak raja, maka biar darahku mencerit taik sengeh,”(Kalau benar saya ini anak rakyat jelata, agar darah saya muncrat keluar menetes ke bumi berbau busuk dan kalau benar saya ini keturunan raja, agar darah saya keluar muncrat dari tubuh saya berbau harum).

Patih Jero Tuek pun usai Cilinaya menyampaikan pesannya itu melakukan tugasnya untuk melenyapkan keberadaan Cilinaya dari atas bumi. Patih Jero Tuek terkejut dan kaget, ternyata darah Cilinaya muncrat keatas bumi dibarengi dengan bau harum mewangi. Pikirnya ternyata ucapan Cilinaya itu benar bahwa dirinya adalah keturunan raja yang tidak lain adalah putri Datu Daha yang dikabarkan hilang 20 tahun silam.Penyesalan pun tiada guna nasi sudah menjadi bubur.

Setelah Cilinaya mangkat, kemudian anaknya Raden Megatsih yang kira-kira kala itu baru berumur 2 tahun, kemudian dilangkepkan diatas jasad ibunya untuk di susui. Amak Bangkol dan Inaq Bangkol yang membawa Raden Megatsih kala itu tidak kuasa melihat kenyataan di depan matanya.Lalu Raden Megatsih di bawa pulang kembali ke gubuqnya oleh Amaq Bangkol dan Inaq Bangkol untuk dipelihara. Sementara jasad Cilinaya ketika itu masih terkapar di atas bumi.

Dengan bersusah payah Patih Jero Tuek dan Patih Adipati mempersiapkan tablak (peti) sebagai tempat menaruh jasad Cilinaya, termasuk tenandan (tali) dari perdu untuk mengikat tablak itu juga dipersiapkan.Setelah seluruh persiapan sudah lengkap dan jasad Cilinaya juga sudah ditempatkan dalam tablak, maka tablak yang berisi jasad Cilinaya itu di hanyutkan ke tengah lautan luas hingga tidak terlihat kearah mana tablak itu terbawa arus.

Sementara di tempat terbunuhnya Cilinaya, keadaan semakin mencekam. Tiba-tiba datanglah angin pusut disertai hujan lebat dan halilintar menyambar setiap benda yang dilaluinya.Patih Jero Tuek maupun Patih Adipati sempoyongan sambil jatuh bangun akibat terjangan bencana tersebut. Sehingga dengan peristiwa tersebut Patih Jero Tuek akhirnya mangkat dan jasadnya dimakamkan di Tete Bukal, sekitar 200 meter kearah selatan dari lokasi terbunuhnya Cilinaya. Makamnya hingga saat ini masih ada dan tetap terpelihara tidak jauh dari makam Cilinaya.

Patih Adipati kemudian kembali ke istana kerajaan Datu Keling untuk melaporkan bahwa tugasnya sudah dilaksanakan serta peristiwa dan kejadian yang menimpa Patih Jero Tuek.Usai melaporkan itu, tiba-tiba Patih Adipati pun juga mangkat seketika ditempat. Makam Patih Adipati ini pun hingga sekarang masih ada dan tetap terpelihara di utara Bayan Beleq (Tempos).

Konon ceritanya, setelah berselang 8 tahun kemudian, Datu Daha berniat mengadakan acara rekreasi ke pantai “segara meneng” dengan mengajak seluruh kaula balanya. Setelah tiba waktunya keluarga besar kerajaan itu pun berangkatlah menuju pantai. Dari kejauhan Datu Daha melihat sebatang pohon terapung diatas lautan.Disaat memperhatikan batang kayu itu, tiba-tiba Datu Daha melihat burung gagak hinggap di batang itu lalu terbang kembali. Datu Daha kala itu tidak memiliki firasat apa-apa terhadap keadaan yang dilihatnya.

Batang kayu itu pun semakin lama semakin mendekat, ternyata yang tadinya di kira batang kayu oleh Datu Daha, melainkan sebuah peti yang isinya belum diketahui. Setelah agak dekat, kira-kira dalam air laut kala itu sepinggang orang dewasa, maka Raja Daha mengerahkan seluruh kaula balanya untuk mengangkat dan membuka peti itu. Namun peti itu tidak bisa diangkat, apalagi membukanya.Maka Datu Daha sendirilah yang mengambil dan membukanya dengan disaksikan oleh seluruh kaula balanya serta para pembesar istana.

Betapa terkejutnya Datu Daha ketika membuka peti itu. Ternyata di dalam peti itu adalah terdapat putrinya sendiri Cilinaya sedang duduk. Kabar tentang ditemukannya putri Cilinaya masih hidup itu, cepat tersebar ke seantero negeri kerajaan Daha maupun kerajaan Keling.

Kabar Cilinaya masih hidup ini pun sampailah ke telinga Raden Mas Panji suaminya.Maka Raden Mas Panji pun tanpa pikir panjang berangkatlah menuju istana kerajaan Daha untuk memastikan dengan membawa anak mereka Raden Megatsih. Pertemuan sepasang suami isteri dan anak ini pun berlangsung sangat memilukan. Karena mereka berpisah dulunya tidak dengan sewajarnya.

Atas pertemuan tersebut, maka kedua belah keluarga besar kerajaan mengadakan pesta syukuran selama 8 hari 8 malam.Datu Daha bersyukur karena bertemu lagi dengan putrinya Cilinaya beserta cucunya, sementara Datu Keling bersyukur karena putranya bisa kembali lagi ke istana. Kemudian kedua kerajaan, baik Kerajaan Daha maupun Kerajaan Keling dapat dipersatukan menjadi satu kerajaan yaitu Kerajaan Bayan. Karena adanya ikatan tali perkawinan antara Cilinaya putri Datu Daha dan Raden Mas Panji putra Datu Keling itulah, sehingga kerajaan Bayan itu berdiri.(Eko). 

www.suarakomunitas.net