Oleh : Eko Sekiadim
Desa
Sesait adalah desa tertua dari 9 Desa yang ada di wilayah Kecamatan
Kayangan. Pasalnya, sebelum berdiri 8 desa lainnya, Desa Sesait sudah
ada. Pemberian nama Sesait, tidak terlepas dari peran para wali yang
memang sengaja datang dari Timur Tengah (Bagdad) dalam misi
penyebaran Agama Islam di daerah itu.
Nama
dan istilah Sesait berasal dari bahasa Arab, yaitu Sayyid, sebagai
istilah untuk memberi gelar kepada para pemimpin agama atau orang
yang memiliki pengetahuan luas dibidang agama Islam. Kata Sayyid,
juga digunakan untuk menunjuk seseorang yang memiliki gelar keturunan
atau sahabat Nabi Muhammad Saw yang menyebarkan agama Islam.
Berawal
dari sebuah kampung kecil pada awal abad 14
M, terbentuklah
tatanan kehidupan masyarakat yang memegang teguh adat istiadat dan
budaya yang kental melegenda. Kearifan lokal yang terus dipertahankan
tersebut, sebelum kedatangan para wali penyebar Islam ke gumi paer
Sesait kala itu, masyarakat kampung tersebut sudah memiliki
keyakinan mempercayai adanya Tuhan, yaitu menganut keyakinan yang
disebut Islam Jelema Ireng (Wettu Telu), artinya ajaran Islam belum
sepenuhnya diterima (dalam hal Syariat). Namun dalam hal Ketauhidan,
masyarakat Sesait memiliki faham dan keyakinan yang sangat kuat.
Setelah kedatangan para Wali Allah (para penyebar Islam) yang
mengajarkan agama Islam kepada penduduk kampung tersebut, maka
teranglah pelaksanaan agama Islam di tempat itu.
Konon
menurut Piagam Sesait Kitab Muhtadi’, pada abad 14 M, Sesait
dijadikan sebagai Pusat Penyebaran Islam dan Pusat Pemerintahan
Pertama yang mencakup wilayah kekuasaan Sesait, karena
berdasarkan atas keputusan para wali di Jawa, bahwa wali yang
pertama mengijakkan kakinya di gumi Sesait kala itu ada dua orang
yaitu Syech Sayyid
Saleh Pedaleman Sangapati, asal Makkah Al-Mukarramah dan Syech Sayyid
Rahmad.
Mereka
berdua secara bersama-sama menyebarkan ajaran Islam yang dibawa oleh
Nabi Muhammad Saw. Namun kedua wali penyebar Islam ini setelah tugas
mereka dianggap sudah berhasil, lalu mereka melanjutkan perjalanan ke
daerah lain yaitu ke tanah Jawa Dwipa. Tetapi kedua wali ini tidak
begitu saja meninggalkan daerah ini. Maka mereka sepakat siapa yang
tetap tinggal dan yang akan melanjutkan perjalanan.
Sejarah
mencatat, bahwa yang tetap tinggal di kampung tersebut adalah Syech
Sayyid
Saleh Pedaleman dan dikenal sebagai Mangku Gumi yang pertama di
Kerajaan Sesait dengan gelar Diah Kanjeng Pangeran Sangapati atau
lebih dikenal dengan nama Melsey Jaya.
Kanjeng Syeh Sayyid
Saleh Pedaleman Sangapati setelah ditinggal rekannya Kanjeng Said
Rahmad, tugas misi suci itu terus dilakukannya hingga akhir hayatnya.
Syeh Sayyid
Saleh Pedaleman Sangapati inilah yang menurunkan Demung-Demung
Sesait. Setelah
mangkat tahun 1413 M., beliau dimakamkan di hutan Pedewa Sesait
sekitar 200 m kearah utara kampung Sesait sekarang dan makamnya
hingga saat ini, yang oleh masyarakat Sesait menyebutnya “Makam
Kubur Beleq”.
Kanjeng
Sayyid
Rahmad setelah
mengajarkan Agama Islam di Gumi Sesait, lalu beliau berlayar menuju
tanah Jawa dwipa untuk melanjutkan syiar Islam. Konon katanya,
berdasarkan bukti tertulis pada piagam Sesait (Kitab Muhtadi’) yang
hingga saat ini tersimpan di Kampu Sesait menerangkan, sepeninggal
Kanjeng Said Rahmad dari bumi Sesait, maka
kampung tempat beliau pertama kali menyebarkan
Islam itu, beliau namakan dengan sebutan kampung Si Sayyid,
(untuk mengenang jasanya) yang
berabad-abad kemudian
berdasarkan pergeseran waktu lambat laun nama kampung itu berubah
dari Si Sayyid
menjadi Sesait.
Inilah
awal mula kampung tersebut diberikan nama Kampung Sesait hingga
sekarang. Sesuai dengan nama beliau sendiri Sayyid
Rahmat yang artinya dalam bahasa arab keselamatan. Adapun
peninggalan – peninggalan serta ajaran - ajaran Sayyid
Rahmat yang masih ada yang kini tersimpan di Kampu Sesait (Singgasana
Datu Sesait) seperti, Kitab Suci Al Qur’an Cetakan Turki Pertama
tahun 1433 M, Kitab Shalawatan yang di tulis tangan oleh beliau
sendiri, yang umurnya sudah mencapai kurang lebih 580 tahun, serta
Tongkat Khotbah yang terbuat dari Hati Pisang. Selain peninggalan
Sayid Rahmat yang berbentuk benda tersebut, Sayid Rahmat juga
meninggalkan ajaran yang terkenal yaitu Fiqh Ushul dan Tasawuf,
dimana metode yang di gunakan dalam menyampaikan ajarannya, tidak
pernah bertentangan dengan adat - istiadat atau budaya lokal yang
berlaku di kampung tempatnya berdakwah kala itu yang sekarang bernama
Sesait. Itulah sebabnya di kalangan para sesepuh adat dan para santri
yang hidup kala itu hingga menurunkan generasi berikutnya masih kuat
memegang teguh adat dan pemahaman tasawufnya di kalangan penduduk
Sesait. Hingga sekarang pemahaman jalan tasawuf ini dikalangan
sesepuh atau para pelingsir tokoh adat maupun tokoh agama di bumi
Sesait masih kita jumpai.
Sepeninggal
Kanjeng Said Rahmad berlayar ke gumi jawa Dwipa kala itu, lalu beliau
menempatkan kampung Si Sayyid
(Sesait) sebagai pusat penyebaran agama
Islam dan sekaligus di jadikan sebagai pusat Pemerintahan Kerajaan
Sesait. Adapun wilayah Kerajaan Sesait yang di jadikan sebagai pusat
Pemerintahan kala itu menjadi satu wilayah. Namun sekarang sudah
berubah menjadi beberapa buah desa yang berdiri sendiri, yaitu Desa
Pendua, Dusun Santong Asli Desa Santong, Desa Kayangan, Desa Santong
Mulia dan Desa Sesait sendiri. Walau wet Sesait ini sudah masuk
menjadi bagian desa lain dan di pisahkan secara administrasi, namun
wet adatnya masih tetap satu yaitu wet adat gumi paer Sesait. Kampu
Sesait yang oleh Sayid Rahmat dijadikan sebagai keratonnya dan
dalam struktur Pemerintahan di bentuklah lembaga pemerintahan yang di
sebut Tau Lokaq Empat, yaitu Mangku Gumi sekaligus sebagai Raja,
Pemusungan sebagai Kepala Pemerintahan, Jintaka sebagai Pengatur pola
tanam di bidang perekonomian dan Penghulu membidangi di bidang
Agama yang mencakup wilayah kekuasaan Kerajaan Sesait.
Selanjutnya dalam Kitab
Muhtadi’ yang menjadi sumber
tertulis Sejarah Sesait menyebutkan, Pengangkatan Raja Pertama Sesait
kala itu dijalankan berdasarkan atas keputusan keluarga Kerajaan dan
bukan memakai sistem Demokrasi seperti yang berlaku di Negara yang
menganut paham demokrasi. Hal tersebut dilakukan karena ini masalah
urusan Trah Kerajaan dan itu juga di setujui oleh para Wali penyebar
agama Islam (Sayid Rahmat ) ketika
itu, sekitar pertengahan abad 14 M silam. Pengangkatan Raja pertama
Sesait dengan gelar Pangeran Mangku Gumi (Satu) yang dijabat oleh
Syech Sayyid
Saleh Pedaleman Sangapati sesuai dengan silsilah keturunan yang sudah
tertulis di dalam Piagam Sesait (Kitab Kontara dan Kitab Muhtadi’),
dan inilah yang menjadi pedoman keluarga Kerajaan dalam hal
pengangkatan Raja, dari pertama terbentuk sampai saat ini dan itu
tidak bisa di interfensi oleh siapapun, karena itu mutlak keputusan
Trah keluarga Kerajaan (sesuai Purusa) yang sudah baku sejak
pertamanya terbentuk.
Setelah
terbentuknya Mangku Gumi, barulah Mangku Gumi mengangkat Pemusungan
sebagai Kepala Pemerintahan pada waktu itu, kemudian Penghulu dan
Jintaka. Untuk membantu dalam menjalankan pemerintahannya, Pangeran
Mangku Gumi (Syech Sayyid
Saleh Pedaleman Sangapati), juga
mengangkat Seorang Senopati Perang
yaitu Senopati Anggura
Paksa dan empat orang
Patih sekaligus, yaitu Daman, Jumanah, Rapiqah
dan Raqiah. Konon ke-empat orang patih ini
adalah bersaudara dan khusus di datangkan dari Negeri
Iraq Bagdad.
Di
ceritakan dalam piagam Sesait, ketika Said
Rahmat meninggalkan kampung Sesait untuk
berlayar melanjutkan perjalanannya ke Jawa Dwipa, maka peran patihnya
yang empat inilah yang membantu dalam memperluas wilayah syiar Islam
kala itu. Sebelum Said Rahmat
sampai ke Jawadwipa, beliau sempat singgah di Serean Karang Asem dan
Klungkung Bali, setelah itu baru kemudiam beliau melanjutkan
perjalanan ke tanah Jawadwipa. Sesuai dengan wasiat beliau, kisah
perjalanan Said Rahmat dari Sesait ke Pulau Jawa tepatnya di Ampel
Denta Surabaya, di tulis oleh Lebe Seriaji ( santri beliau sendiri),
hingga saat ini tulisan beliau masih tersimpan dengan baik di Kampu
Sesait.
Kurun
waktu dua abad lebih lamanya, Sesait mengalami masa kejayaannya. Pada
masa Pemeintahan Layur tahun
1725-1755 M. Pada zaman itu terjadi peristiwa yang hingga saat ini
masih melegenda pada rakyat Sesait, yaitu cerita tentang munculnya
seorang bayi yang dikemudian hari menjadi ulama besar yang bergelar
Pangeran Sayyid Anom.
Di bawah asuhan ulama besar inilah
sehingga Islam pada zaman itu berjaya di gumi paer Sesait. Tidak
heran banyak santri yang menimba ilmu di daerah ini, yang rata-rata
mengambil aliran jalan tassawuf.
Dalam
perjalanan sejarah beberapa abad kemudian, Sesait yang dulunya sebuah
kampung lambat laun berubah menjadi sebuah desa. Menurut Djekat salah
seorang sesepuh yang dituakan di gumi paer Sesait mengatakan, Desa
Sesait sudah ada sejak tahun 1895 dengan Pemusungan (Kades) yang
pertama bernama Murdip (asal Lekok) dengan pusat pemerintahannya di
Amor-Amor. Kemudian pada masa Mardawati tahun 1928, Desa Sesait
dipindahkan ke Lokok Rangan. Dengan pindahnya Desa Sesait tersebut ke
Lokok Rangan maka berdirilah Desa Selengen tahun 1929 dengan Kepala
Desa Pertamanya Redip.
Ketika
pusat pemerintahannya di Lokok Rangan, Desa Sesait telah diperintah
oleh 3 orang pemusungan, yaitu Amaq Aliah (1928-1945), Amaq Muliamah
(1945-1958) dan Jumais tahun 1958 hingga tahun 1966 saat desa
tersebut di pindahkan ke Santong. Dengan pindahnya Desa Sesait ke
Santong, maka berdirilah Desa Kayangan dengan Kepala Desa pertamanya
Israil Ismail DM tanggal 26 Agustus 1966.
Sejak
Desa Sesait di pindahkan ke Santong tanggal 26 Agustus 1966 hingga
tahun 2006, Pemusungan Sesait yang memerintah secara berurutan antara
lain, Amaq Saharim (1966-1967), Amaq Raidin (1967), Medip
(1968-1970), Dahlan (1970-1974), Seta Antadirja (1974-1979), Djekat
(1979-1987), Satriadi (1987-1988), Djekat (1988-2006) dan pada tahun
1997, Desa Sesait kembali di pindahkan ke Sumur Pande dengan
Pemusungan masih di jabat Djekat.
Dengan
pindahnya kembali Desa Sesait ke Sumur Pande pada tahun 1997
tersebut, maka berdirilah Desa Santong dengan Kepala Desa pertamanya
Artim Yahya (1997). Setelah lengser pada tahun 2006, Djekat diganti
oleh Sidep (2006-2007), lalu Murdan (2007-2012) dan terakhir
Airman,S.Pd (2013-sekarang).'
Sejak
berdirinya hingga saat ini, Desa Sesait tidak terlepas dari
perjalanan panjang sejarahnya. Desa dengan motto Merenten
(bersaudara) yang dijadikan maskot semangat seluruh masyarakatnya
dalam bekerja yang sebagian besar hidup dari hasil pertanian ini,
telah mampu menunjukkan hasil yang patut di banggakan. Seperti dalam
bidang pertanian, perkebunan dan peternakan. Ketiga sektor inilah
yang dijadikan prioritas unggulan yang dihasilkan desa ini.
Pemusungan
Sesait sejak di jabat oleh Djekat semangat Merenten itu terus di
galakkan dan di budayakan hingga pemerintahan Airman yang sekarang.
Semangat Merenten inilah yang dianut tatkala akan memulai suatu
pekerjaan. Lebih-lebih di setiap akan memulai suatu program yang
direncanakan. Acapkali semangat inilah yang selalu di kedepankan
dalam setiap pengambil kebijakan. Termasuk menggerakkan partisipasi
masyarakat dalam setiap menjalankan program pembangunan, baik dalam
bidang pemerintahan, pembangunan maupun dalam bidang kemasyarakatan.
Sejalan
dengan berjalannya waktu, Desa Sesait yang memiliki luas 17.100 Ha
dengan jumlah penduduk 10.127 jiwa, 2.792 KK serta kepadatan
penduduknya 0,592 /km tersebut pun pada awal tahun 2015, berdasarkan
Peraturan Bupati Kabupaten Lombok Utara Nomor 15 tahun 2015 tanggal
11 Mei 2015, kemudian melahirkan Desa Santong Mulia dengan Penjabat
Kepala Desa pertamanya Eko Sekiadim,S.Sos ( SK.Bupati
No.268/28/Pem/2015 tgl.11 Juni 2015) asal Lokok Sutrang dan Desa
Sesait sendiri sebagai Desa Induk.
Desa
Santong Mulia dengan luas wilayah 223,26 Ha, dan jumlah penduduk
2.560 jiwa, yang terdiri dari Laki-laki 1.354 dan Perempuan 1.206
serta 588 KK tersebut, membawahi enam dusun, yakni Dusun Tukak Bendu
dengan Kepala Dusun Sukarti, Dusun Lokok Sutrang dengan Kepala Dusun
Asrudin, Dusun Mula Gati dengan Kepala Dusun Amudin, Dusun Santong
Mulia dengan Kepala Dusun Iswandi, Dusun Sumur Jiri dengan Kepala
Dusun Munawar dan Dusun Lokok Rauk dengan Kepala Dusun Kamarudin ini,
berbatasan langsung dengan Desa Kayangan di sebelah utara, sebelah
timur berbatasan dengan Desa Gumantar dan Desa Dangiang, sebelah
barat dengan Desa Sesait dan Desa Pendua dan sebelah selatan
berbatasan dengan Desa Sesait (Induk).****